Laman

TUGAS SEJARAH : Upacara-Upacara adat di Indonesia


- SUMATERA :
1.Upacara Tabuik (Sumatera Barat, pariaman)
tabuik diartikan sebagai ‘keranda’ atau ‘peti mati’. Sedangkan, pengertian yang lain mengatakan bahwa tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah. Perayaan tabuik yang diselenggarakan setiap 1--10 Muharam adalah suatu upacara untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. Cucu Nabi Besar Muhammad ini dipenggal kepalanya oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Padang Karbala, Irak. Kematian tersebut diratapi oleh kaum Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Akhirnya tradisi mengenang kematian cucu Rasulullah tersebut menyebar ke sejumlah negara dengan cara yang berbeda-beda. Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa tersebut juga diadakan di Bengkulu. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam, setelah ia meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dengan mengangkat Jasid (anaknya) sebagai putera mahkota.
2. Upacara Turun tanah (D.I. Aceh Darussalam)
Turun tanah adalah salah satu upacara tradisional masyarakat Aceh. Upacara yang sangat erat kaitannya dengan lingkaran hidup individu ini, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan, baik di dunia maupun akherat (alam baqa). Nilai-nilai itu, antara lain: kerajinan, kesatriaan, keberanian, dan ketaqwaan.
Nilai kerajinan tercermin dalam makna simbolik dari ritual menyapu halaman dan menampi beras yang dilakukan oleh dua orang kerabat sang bayi. Nilai kesatriaan tercermin dari ritual mencangkul tanah dan mencincang batang pisang atau batang tebu. Kemudian, nilai keberanian tercermin dari pemecahan buah kelapa. Dan, nilai ketaqwaan tercermin dari pelekatan pulut kuning pada telinga anak dan pengolesan bibir dengan madu lebah yang disertai dengan ucapan: “Mudahlah rezekimu, taat dan beriman serta berguna bagi agama”.
3. Upacara Mangongkal Holi (sumatera utara, tapanuli)
Upacara Mangongkal Holi adalah sebuah upacara yang dilakukan mayoritas oleh masyarakat suku bangsa Batak Toba. Upacara ini biasanya dilakukan oleh sekelompok marga yaitu untuk mendirikan sebuah monument (kuburan nenek moyang), dengan menggali kuburan dari para nenek moyang mereka dan mengangkat tulang-tulangnya untuk dimakamkan di monumen tersebut.
- JAWA :
1. Upacara Memitu (Jawa Barat, Indramayu)
Upacara Memitu/Tingkeban dipimpin oleh seorang lebe atau sesepuh dari kaum alim ulama setempat. Pimpinan upacara biasanya membacakan doa syukuran dan membacakan surat Lukman, sekaligus menutupnya dengan doa Al Barokah. Tempat penyelenggaraan upacara adalah di rumah pasangan yang bersangkutan atau di rumah orang tua salah satu pasangan. Lokasinya biasanya di luar rumah di tempat yang agak leluasa agar bisa dilihat oleh para tamu. Pelaksanaan upacara memitu/tingkeban yaitu pada waktu usia kandungan tujuh bulan. Tepatnya dilaksanakan pada salah satu tanggal berikut yaitu: tanggal 7, 17 atau 27, disesuaikan dengan kesiapan yang bersangkutan. Pihak utama yang terlibat upacara adalah ibu yang sedang hamil tersebut dengan suaminya, orang tua kedua belah pihak, kerabat dari kedua belah pihak, lebe atau sesepuh yang akan memimpin upacara, dan dukun bayi atau paraji yang memimpin upacara mandi. Pihak lainnya adalah tetangga dan handai taulan dari kedua belah pihak. Maksud dan tujuan dilaksanakannya upacara ini yaitu bersyukur kepada Tuhan karena rumah tangganya dibarokahi dengan diberi keturunan. Selain itu adalah memohon agar diberi keselamatan baik bagi si ibu maupun jabang bayi pada saat melahirkan nanti. Disamping juga memohon agar si jabang bayi lahir dengan tanpa cacat dan menjadi anak yang baik, dan membawa pengaruh sejahtera kelak hidup di dunia.
2. Upacara Jamasan Pusaka Mangkunegaran (Selogiri, Jawa Tengah)
Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, ada suatu tradisi yang berupa upacara jamasan atau siraman pusaka Mangkunegaran. Dalam upacara jamasan pusaka Mangkunegaran tersebut yang dijamas atau dimandikan adalah dua buah keris dan sebuah tombak peninggalan Raden Mas Said atau Mangkunegara I yang ditempatkan di Kecamatan Selogiri. Keris-keris tersebut bernama Kyai Koriwelang dan Kyai Jaladara, sedangkan tombaknya diberi nama Kyai Totok. Kisah dibalik keberadaan benda-benda pusaka tersebut di Selogiri, berawal ketika Raden Mas Said berusaha mempertahankan daerahnya dari penjajah Belanda yang mulai masuk ke daerah sekitar Gunung Wijil. Dalam peperangan mempertahankan daerahnya itu, Raden Mas Said yang menggunakan senjata-senjata pusaka tersebut dan dibantu oleh rakyat Selogiri berhasil mengusir pasukan Belanda.
3.Upacara kebo-keboan (banyuwangi, jawa timur)
Upacara kebo-kebon di Dusun Krajan dilaksanakan satu kali dalam satu tahun yang jatuh pada hari Minggu antara tanggal 1 sampai 10 Sura (tanpa melihat hari pasaran). Dipilihnya hari minggu sebagai hari penyelenggaraan dengan pertimbangan bahwa pada hari tersebut masyarakat sedang tidak bekerja (libur), sehingga dapat mengikuti jalannya upacara. Sedangkan, dipilihnya bulan Sura dengan pertimbangan bahwa Sura, menurut kepercayaan sebagian masyarakat Jawa, adalah bulan yang keramat.
Sebagaimana upacara pada umumnya, upacara kebo-keboan di Krajan juga dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui dalam upacara ini adalah sebagai berikut: tahap selamatan di Petaunan; tahap ider bumi atau arak-arakan mengelilingi Dusun Krajan; dan tahap ritual kebo-keboan yang dilaksanakan di daerah persawahan Dusun Krajan.
Pemimpin dalam upacara kebo-keboan ini bergantung pada kegiatan atau tahap yang dilakukan. Pada tahap selamatan di Petaunan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara adalah kepala Dusun Krajan. Sedangkan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara saat mengadakan ritual ider bumi dan kebo-keboan adalah seorang pawang yang dianggap sebagai orang yang ahli dalam memanggil roh-roh para leluhur.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah: para aparat Dusun Krajan; beberapa kelompok kesenian yang ada di wilayah Alasmalang; empat orang atau lebih yang nantinya akan menjadi kebo-keboan dan warga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya upacara.

- KALIMANTAN :
1. Ritual/Upacara adat Tiwah (kalimantan tengah)
Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karen unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng
2. Upacara Kelahiran (kalimantan selatan)
Upacara kelahiran adalah salah satu upacara di lingkaran hidup individu. Upacara kelahiran yang dilakukan oleh masyarakat Banjar yang berada di Kalimantan Selatan, Indonesia ini, jika dicermati secara saksama, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai itu antara lain: ketaqwaan, kesopan-santunan dan kewibawaan, dan kerukunan.Nilai ketaqwaan tercermin dalam perbuatan ayah sang jabang bayi ketika bayi telah dipotong tali pusatnya, kemudian dimandikan (dibersihkan), lalu diletakkan di atas talam. Pada tahap ini sang ayah mengucapkan azdan dan qomat. Pengucapan tersebut dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar oleh bayi adalah kalimat Allah, sehingga diharapkan kelak akan menjadi seorang muslim yang taat terhadap agama-nya (menjalani ajaran-ajaran agama Islam dan menjauhi larangan-laranganNya).Nilai kesopan-santunan dan kewibawaan tercermin pada pemolesan gula atau kurma dan garam pada bibir bayi, dengan maksud agar kelak sang jabang bayi dapat bermulut manis dan bertutur kata manis (semua kata-katanya diperhatikan dan diikuti orang).Nilai kerukunan tercermin pada penyimpanan tali pusat Sang jabang bayi. Dalam hal ini tali pusat disimpan baik-baik untuk dihimpun menjadi satu dengan tali pusat saudara-saudaranya. Maksudnya adalah agar kelak (setelah dewasa) tidak bertengkar, selalu hidup rukun dan damai.
3.Upacara Kematian (kalimantan Selatan)
Upacara kematian adalah salah satu upacara di lingkaran hidup individu. Upacara kematian yang dilakukan oleh masyarakat Banjar yang berada di Kalimantan Selatan ini, jika dicermati secara mendalam, maka di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di kemudian hari. Nilai-nilai itu antara lain kegotong-royongan, kemanusiaan, dan religius.Nilai kegotong-royongan tercermin dalam perilaku warga masyarakat di sekitar keluarga yang sedang berkabung. Dalam hal ini, tanpa diminta, setiap keluarga datang membantunya dengan mengirim salah seorang anggotanya (perempuan) ke rumah keluarga yang sedang berkabung sambil membawa sejumlah beras. Sementara itu, para lelakinya, disamping membantu dalam persiapan penguburan, juga mempersiapkan kayu-kayu yang diperlukan untuk masak-memasak dalam rangka selamatan (kendurian).

- Sulawesi :
1. Upacara Rambu Solo (selawesi Selatan, Tanah Toraja)
Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Bagi keluarga yang ditinggal wajib membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.
Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi… konon katanya, wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal
2. Upacara Mane’e (sulawesi utara, kakorotan)
Upacara mane’e pada masyarakat di Kepulauan Kakorotan, jika dicermati secara mendalam, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, gotong royong, kearifan dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat untuk sama-sama mengikuti prosesi mane’e dan kemudian berdoa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan bahan pembuat jaring, membuat jaring, membuat kubangan di pantai dan lain sebagainya.Nilai kearifan tercermin dari upacara mane’e itu sendiri yang merupakan rangkaian akhir dari masa eha atau pelarangan pengambilan sumber daya yang ada di laut maupun di darat. Fungsi dari pelarangan ini pada hakikatnya adalah untuk menjaga agar sumber daya alam tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar mendapat perlindungan, keselataman dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.
3.Upacara malonthalo (Gorontalo)
Penyelenggaraan upacara molonthalo atau tondhalo (bahasa Gorontalo) atau raba puru(bahasa Manado) diadakan ketika usia kandungan seseorang telah mencapai tujuh bulan. Tujuan dari diadakannya upacara ini adalah sebagai pernyataan dari pihak keluarga suami bahwa kehamilan pertama adalah harapan yang terpenuhi akan kelanjutan keturunan dari perkawinan yang sah. Selain itu juga sebagai pernyataan atau maklumat kepada pihak keluarga suami bahwa sang isteri benar-benar suci ketika belum menikah. Sebagai catatan, upacara masa kehamilan yang disebut sebagai molonthalo ini diadakan hanya pada saat seorang perempuan mengalami masa kehamilan untuk yang pertama kalinya.Pemimpin dalam upacara molonthalo adalah seorang dukun bayi atau bidan kampung yang biasa disebut Hulango yang beragama Islam, mengetahui seluk beluk umur kandungan, mengetahui urut-urutan upacara molonthalo, hafal bacaan-bacaan dalam upacara, dan telah diakui oleh masyarakat setempat.Adapun pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah: (1) para kerabat dari pihak suami; (2) imam kampung atau Hatibi; (3) dua orang anak (laki dan perempuan) berusia 7-9 tahun yang masih memiliki orang tua (payu lo hulonthalo); (4) tiga orang ibu yang dianggap dari keluarga sakinah; danwarga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya upacara.



- Papua :
1.Upacara potong jari
Tradisi potong jari ini terjadi di papua, kesedihan saat telah ditinggal pergi oleh orang yang cintai dan kehilangan salah satu anggota keluarga sangat perih. Berlinangan air mata dan perasaan kehilangan begitu mendalam. Terkadang butuh waktu yang begitu lama untuk mengembalikan kembali perasaan sakit kehilangan dan tak jarang masih membekas dihati.Lain halnya dengan masyarakat pegunungan tengah Papua yang melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah satu anggota keluarganya yang meninggal tidak hanya dengan menangis saja. Melainkan ada tradisi yang diwajibkan saat ada anggota keluarga atau kerabat dekat seperti; suami,istri, ayah, ibu, anak dan adik yang meninggal dunia. Tradisi yang diwajibkan adalah tradisi potong jari.Jika kita melihat tradisi potong jari dalam kekinian pastilah tradisi ini tidak seharusnya dilakukan atau mungkin tradisi ini tergolong tradisi ekstrim. Akan tetapi bagi masyarakat pegunungan tengah Papua, tradisi ini adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan sebagian anggota keluarganya.Bisa diartikan jari adalah symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika dicermati perbadaan setiap bentuk dan panjang memiliki sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia. Satu sama lain saling melengkapi sebagai suatu harmonisasi hidup dan kehidupan. Jika salah satu hilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan
2.Upacara Tanam Sasi (Papua Barat , marauke)
Di suku Marin, Kabupaten Merauke, terdapat upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah kematian seseorang dan akan dicabut kembali setelah 1.000 hari. Budaya Asmat dengan ukiran dan souvenir dari Asmat terkenal hingga ke mancanegara. Ukiran Asmat memiliki empat makna dan fungsi, masing-masing:
1. Melambangkan kehadiran roh nenek moyang;
2. Untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia;
3. Sebagai lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda lain;
4. Sebagai lambang keindahan dan gambaran memori nenek moyang.

3.Upacara Perkawinan
Perkawinan merupakan kebutuhan yang paling mendesak bagi semua orang. dengan demikian masyarakat Papua baik yang di daerah pantai maupun daerah pegunungan menetapkan peraturan itu dalam peraturan adat yang intinya agar masyarakat tidak melanggar dan tidak terjadi berbagai keributan yang tidak diinginkan. dalam pertukaran perkawinan yang di tetapkan orangtua dari pihak laki-laki berhak membayar mas kawin seebagai tanda pembelian terhadap perempuan atau wanita tersebut. adapun untuk masyarakat pantai berbagai macam mas kawin yang harus dibayar seperti: membayar piring gantung atau piring belah, gelang, kain timur (khusus untuk orang di daerah Selatan Papua) dan masih banyak lagi. berbeda dengan permintaan yang diminta oleh masyarakat pegunungan diantaranya seperti: kulit bia (sejenis uang yang telah beredar di masyarakat pegunugan sejak beberapa abad lalu), babi peliharaan, dan lain sebagainya. dalam pembayaran mas kawin akan terjadi kata sepakat apabila orangtua dari pihak laki-laki memenuhi seluruh permintaan yang diminta oleh orangtua daripada pihak perempuan

7 komentar:

  1. tulisannya jadi gak jelas dan susah buat dibaca.. kalo boleh saran aja,, gambarnya jangan terlalu didomainkan. makasih :-)

    BalasHapus
  2. background terlalu ramai dan warna sama dengan tulisan. tulisan tidak terbaca.

    BalasHapus
  3. Mungkin backgroundnya bisa pilih yang polos biar bisa di baca

    BalasHapus
  4. backgroundnya bagus, tapi akan lebih bagus lagi kalo isinya lebih keliatan

    BalasHapus
  5. Background nya akan lebih baik jika polos saja

    BalasHapus